Jakarta, Halo Indonesia – Pada hari Jum’at (05/01/2018) melaksanakan jumpa pers dengan media untuk menyampaikan refleksi akhir tahun 2017 dan proyeksi tahun 2018 Ombudsman untuk melihat capaian kinerja selama tahun 2017 dan tantangan serta rencana kedepan tahun 2018.
dan lembaga penyelenggara dan pemerintahan didalam pelaksanaan pelayanan publik baik itu dilakukan oleh BUMN, BHMN, BUMT bahkan perseorangan yang diberi mandat untuk menjalankan pelayanan publik yang sumber pendanaannya sebagian besar dari APBN dan APBD.
“Kebijakan yang dilakukan pemerintah dengan menerbitkan UU No. 37 tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia dan UU No. 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara,” ujar Ketua Ombudsman RI tersebut.
Melihat perkembangan Ombudsman melalui beberapa tolak ukur dalam kelembagaan, salah satunya mencangkup opini Bapan Pemeriksa Keuangan (BPK), tahun 2015 memperoleh status wajar dengan pengecualian (WDP), tetapi pada akhirnya ditahun 2016 Ombudsman memperoleh status wajar tanpa pengecualian (WTP). Tolak ukur lain yang menunjukkan bahwa Ombudsman semakin maju adalah realisasi anggaran, pada tahun 2016 80,3% meningkat menjadi 89,10 % ditahun 2017.
Pada statistik penyelesaian laporan 2016 dan 2017, Ombudsman berhasil menyelesaikan laporan sebanyak 5510 laporan (61%) dari total laporan 9030 (100%) ditahun 2016, kemudian mengalami peningkatan yang cukup signifikan terhadap penyelesaian laporan ditahun 2017, Ombudsman berhasil meyelesaikan 8121 laporan (51%) dari total 9280 (100%) laporan.
Pada laporan masyarakat, sebagian besar masyarakat menyampaikan laporan secara langsung. Dari data yang diperoleh, terdapat 4358 laporan (52,87%) yang disampaikan langsung oleh masyarakat, kemudian disusul dengan menggunakan surat sebanyak 1765 (21,41%) dan yang paling sedikit melalui email dengan jumlah 288 laporan (3,49%). Laporan paling banyak ditujukan masyarakat ke kantor pusat Ombudsman di Jakarta.
Adapun kelompok yang terlapor oleh masyarakat kepada Ombudsman paling tinggi ditempati oleh pemerintah daerah berjumlah 3427 laporan, disusul kedua oleh kepolisian dengan jumlah 1041, diposisi ketiga dari instansi pemerintah berjumlah 795 laporan dan urutan terakhir berjumlah 17 laporan dari DPR. Disisi lain mengenai laporan dugaan maladministrasi, jumlah terbesar berada pada penundaan berlarut 2346 laporan (46%), disusul oleh penyimpangan prosedur 1790 laporaan (21,72%) dan tidak memberikan pelayanan 1399 laporan (16,97%).
Dari total 55 rekomendasi yang diterima Ombudsman, 20 rekomendasi berhasil ditindaklanjuti oleh Ombudsman, 15 rekomendasi ditindaklanjuti sebagian, dan 20 rekomendasi belum atau tidak ditindaklanjuti.
Setelah memaparkan refleksi Ombudsman tahun 2017, Prof. Amzulian Rifai menyampaikan materi tentang proyeksi Ombudsman tahun 2018. “Tahun ini anggaran Ombudsman lebih minim dibanding dengan tahun 2017, tahun ini kita hanya mendapat anggaran 148.152 M, sedangkan tahun lalu 2017 kita mendapat anggaran 155.128 M untuk operasional. Ini adalah tantangan bagi Ombudsman,” ungkapnya.
Ia juga menyampaikan bahwa isu atau kasus yang berkembang di tahun 2018 beragam seperti Pilkada serentak tahun 2018. Ombudsman akan mengawal Pilkada dalam koridor kewenangan lembaga dan berharap penyelenggaraan Pilkada dapat menghindarkan diri dari maladministrasi. Selain pilkada, juga akan berkembang kasus E-KTP, izin pertambangan, reklamasi dan penempatan lahan dipulau-pulau kecil.
Sebagai penutup, Ombudsman kedepan akan berencana membentuk kantor perwakilan Metro Jaya di daerah Jakarta, Depok, Bogor dan Bekasi.