Jakarta, Halo Indonesia – Trigana air menjadi salah satu maskapai yang menjadi jembatan udara daerah perbatasan nusantara khususnya di daerah Papua. Berdiri sejak tahun 1991 sampai sekarang sudah kurang lebih 27 tahun beroperasi dengan mendapatkan ijin berjadwal AOC 121 006.
Awal mula kiprah Trigana Air hanya bermodalkan 2 pesawat helicopter Jeni Bell 412 dan BO 105 melayani penerbangan Oil Company Maxus, kemudian dengan penambahan 3 unit pesawat Beccraft Super King Air seri 300 untuk melayani Medical Flight serta Kontrak dengan MAPINDO untuk pemotretan hutan dari Sabang sampai Mauroke, saat itu Trigana Air mengantongi ijin penerbangan tidak berjadwal AOC 135 No 006.
Tahun 1997 Trigana Air menggunakan jenis pesawat Fokker F 28 bekerjasama dengan Mandala Airlines menerbangi Route Jawa ke Kalimantan, Sumatera dan sebagian Kepulauan Riau. Pada tahun 2000 – 2003, 2 pesawat Fokker F 28 Trigana Air bekerjasama dengan Biman Bangladesh Airlines menerbangi Route di Bangladesh seperti Dhaka menuju Chitagong, Zylet, Saidpur, Rajshahi, Calcuta, dan Nepal (Kathmandhu).
Route penerbangan Trigana Air mencangkup Pangkalan Bun menuju Jakarta, Semarang, dan Surabaya. Di daerah Ambon meliputi Route Ambon menuju Kufar, Namrole, dan Moa. Sedangkan Route penerbangan paling banyak terletak di daerah Papua antara lain Route Jayapura menuju Serui, Wamena, Dekai, Oksibil dan Tanah Merah. Route Wamena menuju Dekai dan Timika, Serui – Biak serta Tanah Merah – Merauke. Tahun ini Trigana Air merencanakan untuk membuka Route baru di daerah Papua yang akan melayani Timika – Dekai dan Sentani – Waghete.
Saat ini Trigana Air memiliki beberapa tipe pesawat diantaranya 4 unit BOEING 737 yang terdiri dari B 737-300 FREIGHTER, B 737-400 PAX, B 737-300 PAX, 6 unit ATR antara lain ATR 42-300/320, ATR 72-202, ATR 72-500 PAX, ATR 72-500 FREIGHTER dan 3 unit DHC – 6 Twin OTTER. Tahun 2018, pihak Trigana Air akan menambah 2 pesawat Boeing 737 Cargo serta 1 Pesawat ATR 42/500 untuk melayani kontrak dengan Pertamin, Dolog dan pelanggan setia Trigana Air.
Salah satu pilot Trigana Air yang sudah bekerja selama 25 tahun dan sekarang menjadi Direktur Operasi Trigana Air, Capt. Beni Sumaryanto mengungkapkan pengalamannya ketika terbang diatas pegunungan bumi Cenderawasih Papua.
“Pengalaman saya sebagai penerbang di Trigana Air sangat berkesan karena bisa melayani masyarakat terpencil khususnya di pegunungan papua. Dulu penerbangan di Papua hanya dilayani oleh MISI (Maf,Ama) Merpati serta Air Fast maka Trigana Air datang ke Papua untuk bersama menjadi perintis penerbangan. Membawa penumpang ke pedalaman, bahan logistik seperti makanan, obat-obatan, serta BBM untuk kebutuhan masyarakat.
Lanjut Beni, area penerbangan dan bandara di Papua sangat unik dan tingkat kesulitannya pun sangat tinggi, dibutuhkan seorang Pilot yang berpengalaman serta disiplin untuk terbang di Papua. “Kita terbang diatas pegunungan dan Mendarat di ketinggian 5000 – 7000 Feet diatas permukaan laut, belum lagi landasan pacu yang pendek. Dulu hampir kebanyakan landasan di pedalaman Papua masih rumput dan tanah yang di keraskan, sekarang landasan di Papua sudah banyak yang Aspal dan cukup panjang,” ungkapnya ketika ditemui oleh Halo Indonesia di kantor Trigana Air beberapa waktu lalu.
Ia juga menyampaikan rasa terima kasih kepada Kementrian Perhubungan khususnya Dirgen Perhubungan Udara yang sudah berkomitmen untuk membangun serta memajukan sarana dan prasarana penerbangan di Papua demi memberikan pelayanan kepada masyarakat di Papua. “Satu-satunya penghubung antara daerah terpencil ke daerah kabupaten dan Provinsi hanya melalui jembatan udara. Tidak ada yang lain,” ujar Direktur Operasi Trigana Air itu.
Motivasi Trigana Air dalam mendedikasikan diri terbang ke daerah perbatasan khusunya Papua adalah demi melayani dan memenuhi kebutuhan masyarakat Papua yang sangat terbatas. “Disamping aspek bisnis penerbangan yang sudah kita bangun sejak tahun 1993 di Papua, Trigana Air juga berkomitmen untuk melayani masyarakat serta memberikan lapangan kerja bagi masyarakat di Papua baik sebagai karyawan di darat, staff, tehnisi pesawat serta ada beberapa pilot Putra Papua. Trigana Air memiliki 5 pilot asli Putra Papua,” jelasnya.
Tantangan yang dihadapi Trigana Air saat ini lebih condong pada persaingan bisnis penerbangan. Saat ini lebih dari 10 maskapai penerbangan membuka Route ke Papua yang berdampak terhadap sulitnya jadwal terbang (Slot Time). Disamping itu Apron bandara juga terbatas dikarenakan arus (Trafick) Take Off dan Landing di bandara Papua khususnya Sentani sangat sibuk. Sekitar 22 penerbangan perjam di bandara Sentani mulai pukul 06.00 WIT – 12.00 WIT. Kendala lainnya adalah cuaca di Papua yang sulit untuk di prediksi, sementara penerbangan di Papua sangat ketergantungan dengan cuaca.
Sebagai penutup, Beni berharap Trigana Air menjadi semakin maju terbang menjelajahi Route penerbagan baik domestik dan international, ia juga menghimbau seluruh pihak berkontribusi dalam meningkatkan keamanan penerbangan Indonesia. “Mari kita jaga bersama serta kita tingkatkan penerbangan Indonesia menjadi penerbangan yang aman dan nyaman baik pelayanan Airlines maupun pelayanan di bandara-bandara Indonesia agar pengguna jasa penerbangan dapat terlayani dengan lebih baik,” tutup Beni.