TANGERANG, HaloIndonesia – Himpunan Taruna Jurusan (HTJ) Keselamatan Penerbangan Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI) Curug menyelenggarakan Seminar Nasional Pengelolaan Navigasi Penerbangan Indonesia di Hotel Novotel, Tangerang. Seminar yang bertema “Tinjuan Efektifitas Rute Penerbangan Jalur Selatan serta Pengambilalihan Ruang Udara Sektor A B C dan Dampaknya Terhadap Perekonomian, Pertahanan dan Kedaulatan Nasional” ini dibuka oleh Kepala Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan Udara (PPSDMPU). Seminar ini diselengarakan guna untuk meninjau kembali secara akademis terkait penggunaan jalur selatan serta rencana pengambilalihan ruang udara/Flight Information Region (FIR) A, B, C di atas wilayah Batam yang selama ini masih dikelola oleh Singapura dan Malaysia.
Pelakasanaan seminar ini menghadirkan beberapa stakeholder sebagai narasumber, yaitu PT. Garuda Indonesia (Persero), Direktorat Navigasi Penerbangan Kementerian Perhubungan, Perum LPPNPI (Airnav Indonesia), dan TNI Angkatan Udara. Selain itu, seminar ini juga dihadiri oleh Kepala BASARNAS, Kepala PPSDM Perhubungan Udara, Perwakilan dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Kementerian Perhubungan, Para Direktur Operasi Penerbangan, Para General Manajer AIRNAV Indonesia, Para General Manajer Bandar Udara di lingkup Angkasa Pura 1 dan 2, dan Organisasi Profesi Penerbangan.
Ketua STPI menyampaikan bahwa seminar ini merupakan kegiatan yang secara rutin diselenggarakan oleh Himpunan Taruna Jurusan (HTJ) Keselamatan Penerbangan. “Ini merupakan seminar yang telah dijadikan kegiatan rutin bagi Himpunan Taruna Jurusan (HTJ) Keselamatan Penerbangan”, ungkap Novyanto.
Kepala Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan Udara (PPSDMPU), Sri Lestari, menjelaskan bahwa Himpunan Taruna Jurusan (HTJ) Keselamatan Penerbangan menginisiasi forum seminar nasional ini dengan tujuan dapat dijadikan referensi dalam pengambilan kebijakan pengelolaan navigasi penerbangan kedepannya. “ Civitas akademika STPI Curug dalam hal ini HTJ sebagai generasi muda bidang penerbangan menginisiasi forum seminar ini dengan tujuan terciptanya hasil seminar yang nantinya bisa dijadikan referensi atas masukan dari berbagai pihak dan pakar dalam pengambilan kebijakan pengelolaan navigasi penerbangan kedepannya”, jelas Sri.
Dalam pemaparan di sesi pertama, Direktur PT. Garuda Indonesia (Persero), Capt. Triyanto Moeharsono mengusulkan untuk dapat memperpendek lagi jalur penerbangannya agar lebih efisien. “Dari kami sebagai pihak airlines mengusulkan untuk dapat memperpendek lagi rute jalur selatan ini agar dapat lebih efisien, seperti dari Cilacap yang tidak perlu lagi ke arah selatan Progo, akan tetapi dapat langsung ke Kidul.”, jelas Triyanto.
“Dari segi waktu untuk menempuh jalur selatan ini dapat menambah waktu sekitar enam menit dari jalur utara, dan avtur yang diperlukan juga lebih banyak, sehingga diperlukan pemotongan jalur agar lebih efisien lagi’, tambah Triyanto.
Sebagai pembicara kedua, Kasubdit Operasi Navigasi Penerbangan perwakilan dari Ditnavpen Kementerian Perhubungan, Mohamad Hasan Bashory mengakui bahwa rute Tango One (T1) pada jalur selatan ini membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan dengan rute Whiskey Four Five (W45) pada jalur utara ,karena terdapat perbedaan jarak tempuh. “Rute ini memang memerlukan waktu lebih jika dibandingkan dengan W45, karena terdapat perbedaan hingga 20 nm atau setara dengan 37,04 km pada jarak tempuhnya. Namun rute ini diperlukan karena padatnya rute W45”, jelas Hasan.
Perwakilan Direktur Operasi Airnav Indonesia, Moeji Subagyo juga menjelaskan bahwa dibukanya jalur selatan ini merupakan salah satu cara untuk dapat mengurangi kepadatan traffic pada jalur utara Jawa. “Adanya jalur selatan ini dapat mengurangi 30% kepadatan jalur utara”, ungkap Moeji. “Karena saat ini kondisi pada jalur utara sudah overcapacity sekitar 61%, sehingga perlu adanya jalur alternatif untuk mengurangi kepadatan ini. Tetapi akan ditinjau kembali untuk jalur ini, karena memang belum efisien”, tambah Moeji.
Pada sesi kedua, Moeji memaparkan terkait kesiapan pengambilalihan ruang udara sektor A,B, C dari Airnav Indonesia selaku Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan di Indonesia. “Secara teknik, baik infrastruktur maupun personil untuk mengontrol ruang udara tersebut, sudah mencapai 99%”, jelas Moeji.
Pada kesempatan yang sama juga Panglima Komando Pertahanan Nasional, Marsekal Muda TNI Imran Baidirus menjelaskan bahwa dalam pengambilalihan ruang udara sampai saat ini sedang dilaksanakan diplomasi, namun masih perlu penedekatan yang lebih intensif lagi kepada pihak ICAO. “Dengan diaturnya ruang udara yang kita miliki oleh Negara lain akan berdampak secara langsung terhadap kebutuhan nasional kita, seperti militer yang akan melakukan training di Negara sendiri, yang diharuskan untuk ijin kepada Negara lain. Oleh karena ini kita masih terus melakukan diplomasi untuk pengembilalihan ruang udara sektor A, B, C ini “, kata Imran.
Pelaksanaan seminar ini juga dilakukan dengan sesi tanya jawab, dan melibatkan para taruna Jurusan Keselamatan Penerbangan STPI Curug, guna menambah wawasan dengan isu yang sedang dihadapi.
Kepala PPSDM Perhubungan Udara berharap dengan diselenggarakannya seminar ini seluruh peserta serta para taruna untuk dapat dijadikan kesempatan yang sangat baik untuk dapat berkomunikasi dan sharing pengalaman antar pihak sehingga tercipta hasil diskusi yang berkualitas.