Nusa Dua, Halo Indonesia – Indonesia, yang dilalui jalur ring of fire, dikenal sebagai supermarket bencana. Tidak akan cukup dana dari APBN untuk mengatasinya, sehingga diperlukan mitigasi dan pembiayaan bencana di luar keuangan negara.
“Salah satu solusinya adalah asuransi bencana. Ini memang tidak mudah meyakinkan masyarakat ataupun pemerintah. Selama ini aset negara tidak diasuransikan. Semua menjadi beban APBN. Tentu kita tidak ingin semua tergantung APBN. Kita perlu menjaminkan aset negara,” papar Wakil Presiden RI Jusuf Kalla saat membuka High Level Dialogue on Disaster Risk Financing dan Insurance (Dialog Tingkat Tinggi tentang Pembiayaan dan Asuransi Risiko Bencana), Rabu (10/10/2018).
Wapres mengatakan pemerintah RI menaruh perhatian besar terhadap kerja sama, khususnya di level internasional, tentang bagaimana membiayai dan merekonstruksi bencana. Termasuk pula bagaimana mengelola risiko fiskal dan solusinya.
Dalam rangkaian kegiatan Annual Meetings International Monetary Fund-World Bank (AM IMF-WB) 2018 ini, Wapres mengatakan bencana datang tanpa diduga datang dan menyebabkan kerusakan, membebani masyarakat dan negara. Ia mencontohkan yang terjadi di Bali, Lombok, dan Sulawesi Tengah.
“Gempa, tsunami, banjir, atau kekeringan sering terjadi. Oleh karena itu kita harus hrs mempunyai perhatian, baik sebelum maupun setelah bencana. Di Indonesia ada Badan Nasional Penanggulangan Bencana untuk mitigasi dan penanganan bencana,” jelas JK di depan tamu mancanegara.
Diungkapkan, dalam sejarah Indonesia, ada bencana terbesar yaitu tsunami Aceh. “Tanpa keterlibatan World Bank dan PBB, tidak bisa ditangani dengan baik. Dua pekan setelah bencana diadakan pertemuan dan mendapatkan bantuan internasional serta rekonstruksi dana rehabilitasi. Ini kemduan bisa ditangani dengan ceoat. Indonesia memiliki pengalaman,” paparnya.
Wapres juga menggarisbawahi bagaimana meyakinkan masyarakat tentang pentingnya asuransi bencana. “Pengalaman terakhir di Sulteng, banyak jembatan dan bangunan hancur. Ini semua membutuhkan anggaran yang besar, sehingga perlu diciptakan sistem yang baik menjaga aset negara,” urai JK.
Momentum AM IMF-WBG 2018 ini menjadi tepat, karena Indonesia baru saja mengalami bencana. Dibutuhkan solusi, bagaimana upaya dapat berjalan, keamanan fiskal untuk bencana besar dan tidak tergantung pada kerjasama internasional semata.
Acara ini juga dihadiri oleh Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, serta dua menteri dari Jepang dan Filipina sebagai dua negara yang membawa banyak pengalaman cukup banyak dalam penanganan pasca bencana.