Jakarta, Halo Indonesia – “Tak kenal maka tak sayang”, pepatah ini kerap kita dengar bila kita bertemu atau mendapatkan pengalaman baru. Agar publik mengenal Kemenko Bidang Kemaritiman, apa saja program kerjanya dan sejauh mana kementerian ini mengimplementasikan visi Presiden Joko Widodo untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia, maka Bagian Humas Kemenko Bidang Kemaritiman selenggarakan kegiatan Forum Wartawan Kemaritiman di Jakarta, Senin (29-4-2019).
Forum Wartawan bertajuk “Selangkah Lebih Dekat Dengan Program Kemaritiman” ini menghadirkan narasumber antara lain Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim Purbaya Yudhi Sadewa, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Ridwan Djamaluddin, Deputi Bidang Koordinasi SDM, Iptek dan Budaya Maritim Safri Burhanuddin serta pakar Komunikasi UI Profesor Ibnu Hamad.
Acara ini dibuka oleh Kepala Biro Informasi dan Hukum Latief Nurbana dan dihadiri oleh delapan belas Wartawan dari berbagai media nasional. “Saya berharap rekan-rekan media dapat memperoleh informasi terkini tentang kemaritiman dari narasumber yang high level” ujar Kabiro Informasi dan Hukum Latief Nurbana yang juga mewakili Sesmenko Maritim.
Selain wartawan hadir pula pada kesempatan itu Kabag Humas Kemenko Kemaritiman Anjang Bangun Prasetio dan beberapa pejabat dari unit lain. Beberapa update yang berkaitan dengan pelaksanaan program kerja pemerintah di sektor kemaritiman dibeberkan kepada media saat itu.
Tidak ada Utang Pemerintah Dalam Skema Belt and Road
Tentang beredarnya berita hoax tentang pemerintah yang dituduh menjual potensi negara ke Tiongkok dalam skema Belt and Road Initiative , Deputi Koordinasi Infrastruktur Ridwan Djamaluddin yang ikut menandatangani Rencana Kerja Sama Bilateral dalam Mempromosikan Koridor Ekonomi Kawasan yang Komprehensif dengan negara tersebut menjelaskan blak-blakan. “Saya pastikan tidak ada satupun utang pemerintah yang ditanda tangani dalam kesepakatan itu,” ujarnya dengan nada tegas.
Pasca ditanda-tanganinya kesepakatan tersebut pada Forum Belt and Road Kedua di Beijing pada tanggal 25 April lalu, lanjut dia, pelaksanaan kerja sama secara teknis dilanjutkan di level swasta. “Jadi, pemerintah hanya membantu menyediakan payung besar kerja samanya, mempertemukan antara kepentingan pemerintah daerah yang membutuhkan investasi dengan investor lalu memberikan kepastian hukum tentang proses perizinan, setelah itu kerja sama dilanjutkan antar pengusaha,” tambah Deputi Ridwan.
Lebih jauh, dia menambahkan bahwa pemerintah RI menawarkan tiga puluh proyek yang terbagi menjadi empat koridor di Sumatera Utara, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, dan Pulau Bali. “Tapi dari ketiga puluh proyek yang diusulkan itu hanya enam yang kemungkinan akan jalan,” kata Deputi Ridwan. Proyek-proyek tersebut antara lain pengembangan Pelabuhan Kuala Tanjung di Sumatera Utara, pengembangan pembangkit listrik tenaga air di Sungai Kayan Kalimantan Utara, pembangunan kawasan industri Kualanamu di Medan, pengembangan Kawasan Ekonomi Bitung, penanaman kembali kelapa sawit dan pengembangan taman teknologi di Pulau Kura-Kura serta penghubung inovasi kawasan di Bali. Jika ditotal, total nilai investasi di keempat koridor tersebut mencapai USD 91.1 miliar.
“Tapi karena prinsip kehati-hatian, ada beberapa poin yang kita belum sepakat sehingga pemerintah masih belum berencana untuk menandatangani MoU kerja sama penanaman kembali kelapa sawit dengan pemerintah Tiongkok,” pungkasnya. Diluar proyek-proyek tersebut, Deputi Ridwan menambahkan akan ada uji kelayakan bersama dan proposal kerja sama baru di berbagai bidang antara lain mengenai program vokasi, kerja sama pengembangan atraksi wisata bersama, serta uji kelayakan sistem infrastruktur terpadu di destinasi Wisata Sumber Klampok, Bali. “Kita bersinergi dengan berbagai kementerian teknis untuk memantau pelaksanaan kerja sama ini,” tutup Deputi Ridwan.
Pemerintah Pusat Minta Gubernur Jawa Barat Buat Kajian Kelayakan IPAL di Wilayah Sekitar Citarum
Setelah ditetapkannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 18/2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah. Dalam briefing nya kepada media di kantor Kemenko Bidang Kemaritiman, Deputi Bidang SDM, Iptek dan Budaya Maritim Safri Burhanuddin mengatakan bahwa telah ada 22 kementerian dan Lembaga yang bekerja sama untuk melakukan revitalisasi, konservasi hingga penegakan hukum bagi pengusaha yang membuang limbahnya langsung ke aliran Sungai Citarum.
“Dari tahun 2019 hingga 2025, total anggaran yang dibutuhkan untuk melakukan penanganan persampahan, limbah domestik, perbaikan lahan kritis, edukasi kepada masyarakat hingga penegakan hukum membutuhkan anggaran Rp 7 triliun lebih,” bebernya. Untuk itu, pemerintah mengalokasikan secara bertahap anggaran untuk mengatasi pencemaran di sungai terpanjang se-Jawa Barat tersebut.
Hal terbaru yang akan dikerjakan oleh pemerintah, lanjut Deputi Safri, adalah melakukan kajian terhadap kelayakan Instalasi Pengolahan Limbah (IPAL) yang dimiliki oleh industri yang beroperasi di sepanjang Sungai Citarum. “Dari 1.629 industri yang beroperasi di sepanjang Sungai Citarum, 185 diantaranya tidak punya fasilitas IPAL, sedangkan sejumlah 1.286 perusahaan tidak terdata memiliki fasilitas IPAL,” bebernya. Untuk mengatasi hal itu, tambah Deputi Safri, pemerintah Pusat sedang meminta kepada Gubernur Jawa Barat agar segera melakukan kajian kelayakan IPAL. “Kalau tidak memenuhi syarat, kami akan rekomendasikan untuk ada relokasi pabrik,” tuturnya.
Lebih jauh, selain memaparkan tentang update Citarum, Deputi Safri juga menjelaskan tentang program Gerakan Indonesia Bersih. “Gerakan ini merupakan gerakan moral yang mengajak masyarakat untuk sadar pada pentingnya budaya bersih karena sampah terutama sampah plastik yang tidak tertangani dengan baik pada akhirnya akan menjadi limbah yang mengotori laut. “Gerakan ini telah diluncurkan kepada publik pada tanggal 28 April kemarin, tujuan kita adalah agar masyarakat juga ikut berkontribusi dalam mewujudkan Indonesia yang lebih bersih,” tutupnya.
Indonesia Bakal Klaim Landas Kontinen Seluas Benua Inggris di Utara Papua
Pemerintah Indonesia secara resmi telah melakukan submisi landas kontinen diluar 200 mil segmen Utara Papua. “Kita sudah melaporkan kepada PBB tentang klaim kita di wilayah segmen utara Papua pada tanggal 11 April lalu,” jelas Deputi Bidang Kedaulatan Maritim Purbaya Yudhi Sadewa pada kepada media di kesempatan yang sama.
Setelah proses submisi tersebut selesai, lanjutnya, pemerintah akan segera melakukan komunikasi dengan Palau dan Micronesia karena area submisi Indonesia tumpang tindih dengan area submisi kedua negara itu. “Apabila dari proses negosiasi diterima, maka luas perairan yurisdiksi kita akan bertambah seluas 195.568,5 km2 atau seluas negara Inggris,” bebernya. Dengan bertambahnya wilayah tersebut, maka Indonesia juga berpotensi memiliki tambahan kekayaan mineral yang terdapat di area submisi baru itu. (**)