Jakarta, Haloindonesia.co.id – Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) menggelar kongres tahun 2021 yang mengusung tema “Kesatuan dan Keragaman: Sumbangan Arkeologi bagi Keutuhan Bangsa dan Pemajuan Kebudayaan”. Pelaksana tugas (Plt.) Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Suhajar Diantoro mewakili Menteri Dalam Negeri (Mendagri) menjadi keynote speaker dalam acara tersebut.
Suhajar menguraikan peran Kemendagri dalam mengelola kesatuan dan keragaman. Tak hanya itu, Kemendagri juga berperan dalam mendukung pengelolaan pelestarian cagar budaya yang berkelanjutan.
“Kita adalah negara yang berdiri disatukan karena perbedaan-perbedaan. Beda suku bangsa, beda cara berbicara, berbahasa, produk hukum adat yang banyak,” kata Suhajar dalam forum itu secara virtual, Rabu (24/11/2021).
Suhajar menekankan, kebudayaan merupakan modal dasar pembangunan yang sangat berharga dan berkontribusi bagi pembangunan nasional. Karena itu, nilai-nilai pelestarian cagar budaya akan tetap dijunjung tinggi melalui pengelolaan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Salah satunya, Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang mengedepankan demokratisasi dan kearifan lokal dalam konteks otonomi daerah.
“Menekankan hubungan yang erat dan saling terkait antara kebudayaan dengan pembangunan dengan tetap menjaga kelestarian kehidupan bumi dan manusia,” ujar Suhajar.
Ia melanjutkan, kebudayaan merupakan urusan pemerintahan konkuren, yang kewenangannya dibagi antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Dalam konteks ini, tugas pemerintah pusat adalah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah tersebut.
Adapun Kemendagri, sebagai kementerian yang mengkoordinasikan pembinaan dan pengawasan tersebut, berperan dalam memfasilitasi kebijakan pelestarian cagar budaya yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Misalnya, melalui forum rapat koordinasi terkait rencana pembangunan atau rencana kerja pemerintah daerah, serta penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
“Apabila didukung oleh dana yang memadai tentunya urusan-urusan, baik itu kebudayaan, cagar budaya akan terus berkesinambungan dapat dipelihara dan dapat dimajukan secara bersama-sama. Begitu juga kegiatan permuseuman, kegiatan warisan budaya,” terangnya.
Sementara itu, khusus untuk warisan budaya, kata Suhajar, sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah pusat dan tidak diserahkan kepada pemerintah daerah.
Selanjutnya, Suhajar menjelaskan, dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 23 Tahun 2014, para gubenur dan bupati/wali kota dapat membentuk organisasi perangkat daerah (OPD) untuk mengelola urusan tersebut, misalnya dinas kebudayaan.
“(OPD tersebut) dapat menjadi jalur komunikasi dan koordinasi Bapak-Bapak Arkeolog dengan kawan-kawan di semua provinsi,” tutur Suhajar.
Seperti diketahui, terdapat 7 provinsi yang memiliki Dinas Kebudayaan secara tersendiri, dalam artian tidak digabung dengan urusan pemerintahan lainnya, yaitu Sumatera Barat, DKI Jakarta, Riau, Bali, Kepulauan Riau, Sulawesi Utara, dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
“Saya ucapkan terima kasih kepada Bapak Gubernur dan kawan-kawan di provinsi tersebut, karena merasa kebudayaan adalah bagian yang sangat penting untuk dikelola secara mandiri,” tandasnya.
Sementara itu, 15 provinsi membentuk OPD yang menggabungkan urusan kebudayaan dengan urusan pendidikan; 11 provinsi mendirikan OPD yang menggabungkan urusan kebudayaan dengan urusan pariwisata; dan 1 provinsi membentuk dinas yang merumpunkan urusan kebudayaan dengan urusan pendidikan dan kepemudaan serta olahraga.