Jakarta, Haloindonesia.co.id – Proses pengujian keamanan dan efektivitas vaksin COVID-19 sampai saat ini terus dilakukan. Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) tengah menunggu hasil uji klinik vaksin COVID-19 yang sedang dilakukan tim peneliti di Bandung bersama Universitas Padjadjaran. Pengujian ini tentunya memiliki standar agar siap digunakan.
Dr. Ir. Penny K. Lukito, MCP., Kepala Badan POM, menyampaikan, “Sekarang kita sedang berproses untuk observasi, nanti tentunya hasil dari observasi ini akan melihat aspek keamanannya dan terutama efektivitasnya. Periodenya 1 bulan, 3 bulan, dan 6 bulan. Nah hasil evaluasi tersebut yang jadi dasar kita menentukan Emergency Use Authorization (EUA), untuk EUA efikasi boleh cukup 50%, dan untuk vaksin 70%”, terangnya dalam Keterangan Pers Juru Bicara Pemerintah dengan tema Badan POM Pastikan Keamanan Vaksin Sebelum Diedarkan yang disiarkan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Kamis (17/12).
Dalam menentukan keamanan dan efektivitas vaksin COVID-19, Badan POM mengikuti standar dan regulasi yang sudah menjadi komitmen kita bersama secara internasional, tentunya referensinya adalah WHO dan mereferensi juga ke regulator negara lain seperti FDA (Food and Drug Administration) yang proses evaluasinya berkualitas sama baiknya seperti di Indonesia. “Dan itulah kenapa Badan POM sudah inspeksi bersama tim dari MUI untuk audit halal, juga bersama Bio Farma, dan Kementerian Kesehatan sudah melakukan inspeksi di Cina kemarin. Kalau di aspek mutu itu sudah memenuhi aspek cara produksi obat yang baik. Alhamdulillah, hingga saat ini tidak ada efek samping yang kritikal”, tutur Penny Lukito.
Lebih lanjut lagi, Penny Lukito menyampaikan, “Dari aspek keamanan, vaksin COVID-19 sudah baik. Sekarang aspek efektivitas yang masih kita tunggu. Jadi dianalisa melalui pengambilan sampel darah dan pengujian di laboratorium. Dari situ kita melihat seberapa besar vaksin tersebut memberikan efektivitas terhadap peningkatan antibodi kita. Ada standarnya harus mencapai angka efektivitas tertentu, sehingga bisa dikatakan bahwa vaksin itu efektif dari segi meningkatkan antibodi, terus kemudian juga kemampuannya untuk menetralisir virus yang masuk ke badan kita”, ujar Penny Lukito.
EUA oleh Badan POM juga diukur melalui penyuntikan subjek (relawan) yang kedua kalinya, “Setelah subjek kembali ke masyarakat, proses evaluasinya biasanya dihitung dalam waktu 3 bulan, 6 bulan, dengan memperhatikan apakah ada kasus yang terjadi. Kalau untuk EUA, kita bisa lihat dalam waktu 3 bulan. Tapi bisa jadi juga kalau pandeminya sudah tidak terlalu intensif seperti di Cina, itu biasanya akan lebih lama lagi periode evaluasinya”, ujar Penny Lukito.
Izin penggunaan darurat di masa pandemi bukan pertama kali dilakukan. “Selama krisis pandemi ini sudah ada beberapa obat yang kita berikan izin penggunaan darurat, yaitu antigen; Favipiravir dan Remdesivir. Dimana antigen atau Favipiravir untuk kondisi pasien yang ringan sampai sedang dan Remdesivir itu untuk pasien yang berat”, terang Penny Lukito.
Dalam meyakinkan masyarakat agar mau menerima vaksin COVID-19 saat nanti izin penggunaannya diterbitkan, Penny Lukito mengatakan, “Saya yakin dengan komitmen Pemerintah untuk hanya memberikan vaksin yang aman, berkhasiat, dan bermutu. Dengan demikian, kita memang harus menunggu dulu sehingga bisa mendapatkan data yang cukup dan Badan POM hanya akan memberikan EUA apabila memang data yang dikaitkan dengan keamanan, mutu, dan khasiat itu sudah cukup lengkap. Dan kami tentunya akan menganalisanya bersama para ahli” tutupnya.