Mamberamo, Haloindonesia.co.id – Pemandangan dari atas pesawat tergambar nun jauh bawah sana terlihat hutan dan bukit bagai permadani hijau yang luas terhampar. Sekali-kali terlihat motif garis berwarna kopi susu meliuk-liuk tak beraturan menghiasi permadani belantara Papua.
Dabra adalah bagian dari Papua yang memang dikenal sebagai kawasan belantara tropis utama.Dabra adalah salah satu dari 11 kampung yang ada di distrik (kecamatan) Mamberamo Hulu, sekaligus ibu kota Distrik Mamberamo Hulu. Kampung-kampung yang ada di Mamberamo Hulu, umumnya berada di sekitar sungai Mamberamo. Bahasa yang digunakan di Dabra adalah Airo dan Dasigo.
Ya, sungai adalah akses transportasi utama yang dimiliki masyarakat Memberamo Hulu. Adalah hal yang wajar ketika anak-anak sekolah dari beberapa kampung di Distrik Dabra harus menempuh sungai dengan cara mendayung selama tiga hari dua malam perjalanan ke ibu kota distrik itu. Tujuannya untuk melanjutkan pelajaran di SD, SMP dan SMA.
Kehadiran Bandara Dabra tentu menjadi sebuah pembawa harapan bagi kemudahan masyarakat Dabra. Tidak hanya aktivitas perekonomian, pendidikan, kesehatan dan pekerjaan pun sangat terbantu dengan beroperasinya Bandara Dabra. “Ya, mobilitas masyarakat yang menggunakan akses udara, selain tujuannya untuk kegiatan ekonomi, pendidikan, juga untuk mengakses layanan kesehatan. Selain itu, pegawai distrik yang ada tugas kerja ke ayapura, memang harus mengakses Bandara Dabra,”ujar Aksamina Samonsabra, Kepala Kantor Unit Penyelenggara Bandar Udara Kelas III Dabra kepada Redaksi Halo Indonesia, akhir Januari 2021.
Selain akses sungai yang memakan waktu lama, tak dapat dipungkiri bahwa sungai adalah tempat yang cukup berbahaya. Seperti ancaman buaya. Oleh karena itu, untuk memaksimalkan layanan penerbangan, Aksamina bersama jajarannya mengupayakan untuk dibukanya penerbangan perintis Dabra-Kaso.
“Harapannya akses transportasi dari setiap perkampungan bisa lebih mudah. Oleh karena itu, kami mengajukan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Udara (Hubud) dapat membantu masyarakat tertinggal yang selama ini dilayani trasnsportasi udara komersial untuk dilayani subsidi angkutan perintis,” papar Aksamina.
“Sejalan dengan hal tersebut kami bekerja sama dengan pemerintah daerah memberi dukungan kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dalam hal pengembangan transportasi untuk terwujudnya keselamatan transportasi udara subsidi angkutan perintis,”lanjut Aksamina.
Proyeksi Aksamina, akses keterjangkauan dari Dabra ke daerah-daerah lainnya dapat diakomodir melalui penerbangan perintis minimal sekali seminggu. “Seperti perintis kargo rute Sentani-Dabra guna membantu masyarakat mendapatkan barang dengan harga terjangkau. Jadi, tidak hanya angkutan perintis penumpang. Oleh sebab itu, perlu ada penerbangan perintis kargo,”lanjutnya.
Untuk tahun ini, Aksamina memaparkan sejumlah rencana pembangunan Bandara Dabra. Di antarnya pembuatan access route, pembangunan terminal bandara beserta dengan pengadaan di dalamnya seperti sarana pendukung fungsi terminal itu sendiri. Tak ketinggalan pengadaan gedung Pemadam Kebakaran. Namun, yang menjadi tantangan dalam pelaksanaan pembangunan tersebut adalah akses distribusi material pembangunan.
“Untuk distribusi material mengandalkan akses darat. Dapat dijangkau dalam beberapa hari, itupun tergantung cuaca. Jika hujan, bisa memakan waktu 3-5 hari ke lokasi, Bandara Dabra. Ya, memang beginilah realitasnya, sangat terbatas. Oleh sebab itu kita harus siap, bekerja sama dan komitmen penuh,”katanya.
Proyeksi pembangunan Bandara Dabra lima hingga sepuluh tahun ke depan, sambung Aksamina, tetap berpegang pada masterplan. Tidak terburu-buru mengejar pembangunan, melainkan dengan prinsip sedikit demi sedikit, dan mengedepankan skala prioritas. “Perbaikan runway juga menjadi perhatian penting kami. Jangan sampai bolong-bolong, karena kondisi tersebut berkaitan langsung dengan keselamatan penumpang. Itu yang menjadi prioritas kami,”tambahnya.