Jakarta, Haloindonesia.co.id — Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan menginstruksikan agar Bandara Internasional Minangkabau di Padang untuk sementara ditutup operasionalnya, sebagai langkah mitigasi akibat adanya abu Gunung Marapi yang terdeteksi melalui pengamatan lapangan, berupa paper test yang dilakukan pada pukul 07.00 s.d. 08.30 UTC.
Penutupan bandara ini diumumkan melalui Notice to Airmen (NOTAM) dengan Nomor B2559/23 NOTAMN dikarenakan alasan keselamatan penerbangan terutama adalah sebaran abu vulkanik dapat membahayakan dan menghentikan kerja mesin pesawat terbang.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara, M. Kristi Endah Murni, menyatakan bahwa keputusan penutupan ini diambil dengan pertimbangan utama terhadap keselamatan penerbangan.
Berdasarkan informasi, abu gunung berapi ini berdampak pada 15 penerbangan, yang diantaranya 2 penerbangan internasional, dan 13 penerbangan domestik. Akibatnya, 1 penerbangan harus kembali ke bandara asal atau return to base dan 14 lainnya harus dibatalkan.
Kristi menambahkan bahwa pihaknya melalui Otoritas Bandara Wilayah VI Padang akan terus melakukan monitoring dan pengawasan perkembangan situasi tersebut berupa pengamatan lapangan yang dilakukan dengan interval 1 sampai 2 jam sekali pada beberapa titik di sekitar bandara.
Bahwa dengan adanya keadaan kahar (force majeure) tersebut, Kristi kemudian menghimbau kepada maskapai penerbangan untuk memberikan kompensasi kepada penumpang yang telah membeli tiket, termasuk opsi full refund, reschedule, ataupun re-route ke bandara terdekat jika seat masih tersedia. Hal ini diharapkan dapat membantu penumpang yang terkena dampak penutupan bandara.
“Kami memahami bahwa kebijakan ini dapat menimbulkan ketidaknyamanan, namun keselamatan seluruh pihak terlibat tetap menjadi prioritas utama. Kami menghargai pengertian dan kerja sama dari seluruh pihak yang terlibat dalam situasi ini, dan semoga kondisi di Bandara Minangkabau cepat kembali normal,” ujar Kristi.
Terkait penanganan erupsi gunung berapi serta penanganan dampak abu vulkanik terhadap operasi keselamatan penerbangan, Ditjen Hubud telah menerbitkan Surat Edaran nomor SE 15 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan Penerbangan pada Keadaan Force Majeure serta Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP 153 Tahun 2019 tentang Tata Cara dan Prosedur Collaborative Decision Making (CDM) Penanganan Dampak Abu Vulkanik terhadap Operasi Penerbangan melalui Integrated Web Based Aeronautical Information System Handling (I-WISH) sehingga penanganan force majeure erupsi Gunung Marapi mengacu pada kedua surat tersebut sebagai pedoman pelaksaan.
“Kami berkomitmen untuk terus memantau situasi dan berkoordinasi dengan stakeholder terkait dalam penanganan force majeure ini agar dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan demi keselamatan, keamanan dan kenyamanan penerbangan,” tutup Kristi.