Jakarta, Haloindonesia.co.id – Sebagai negara kepulauan, tentu kehadiran transportasi udara sangat dibutuhkan oleh masyarakat di kepulauan. Selain membuka konektivitas, juga mempermudah mobilitas orang dan barang di daerah tersebut. Hal itulah yang terus dilakukan oleh Kementerian Perhubungan untuk menghubungkan masyarakat yang berada di kepulauan dengan kota besar lainnya di Indonesia dengan membangun bandara di daerah terdalam, terpencil dan perbatasan.
Salah satu wujud nyata itu adalah membangun Bandara Pantar yang terletak di Kecamatan Pantar, Kabupaten Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pulau Pantar itu sendiri berada terpisah dari Pulau Alor. Diketahui, selama ini, akses menuju Pantar hanya dapat dilalui menggunakan kapal cepat atau kapal kayu dari Alor. Namun, jika sedang musim angin barat dan gelombang sedang tinggi, hanya kapal kayu yang dapat berlayar ke Pantar dan memakan waktu selama enam jam.
Dengan dibangunnya Bandara Pantar yang merupakan satpel dari Bandara Mali Alor, maka akses menuju Pantar pun kian menjadi mudah dan konektivitas pun semakin terbuka. Saat ditemui Redaksi Halo Indonesia, Kasatpel Bandara pantar, Menirius Tuati akhir November 2020 menyatakan bahwa bandara tersebut sudah rampung dan siap beroperasi. Untuk proyeksi lima tahun ke depan, pemanfaatan lahan yang telah ada saat ini, dirasa sudah cukup.
“Alokasi anggaran untuk memaksimalkan pembangunan sisi darat Bandara Pantar Bandara dilakukan di tahun 2021. Adapun rencana seremoni dan prosesi peresmian Bandara Pantar telah kami persiapkan, khususnya secara virtual. Namun detail kepastian realisasi tanggal dan harinya kami masih menunggu keputusan dari pusat,” papar Menirius.
Ia menyebutkan beberapa waktu lalu pihaknya mengikuti rapat virtual menyangkut persiapan pengresmian bandara akhir tahun 2020 ini. Dalam rapat dengan Dirjen Perhubungan Udara yang diikuti Satuan Kerja (Satker) yang tahun ini ditargetkan bandara yang sebelumnya dibangun akan diresmikan, termasuk Bandara Pantar.
Menirius mengatakan, selama ini komunikasi dan koordinasi antara pihak bandara dan pemerintah bandara telah terjalin dengan baik. Sebagai perwakilan pihak bandara, Menirius menyampaikan terimakasih atas dukungan Pemerintah Kabupaten Alor yang telah menuntaskan lahan di kawasan bandara. Kini, pihaknya tengah menunggu dari Pemerintah Kabupaten Alor untuk melakukan proses penertiban aset Pemerintah Daerah.
“Bandara ini dari segi kelayakan sudah memenuhi kegiatan operasional penerbangan. Semua persiapan administrasi dan teknisnya telah layak untuk didarati,”tegas Menirius. Bandara saat ini sudah dapat dioperasikan dikarenakan register Bandara Pantar telah terbit. Terbitnya register ini dilaksanakan melalui rapat secara virtual belum lama ini yang ditandatangani pejabat yang berwenang pada tanggal 18 September 2020.
“Selain register, kode bandara juga sudah dikeluarkan oleh IATA (organisasi penerbangan yang berpusat di Perancis dengan menjalankan tugas salah satunya menerbitkan kode bandara). Kode Bandara Pantar adalah AXO,” ujar Menirius.
Proses Pembangunan Mulai 2014
Bandara Pantar merupakan bandara pertama yang akan dioperasikan di Pulau Pantar. Sebelumnya, bandara ini merupakan lapangan terbang (Lapter) peninggalan Jepang yang didarati oleh pesawat misionaris milik MAF, hingga akhir 1972. Selanjutnya, Bandara ini mulai dibangun tahun 2014.
“Keberadaan Bandara Pantar ini akan berperan sebagai bandar udara untuk memberikan aksesbilitas yang lebih cepat, mengembangkan perekonomian, dan membuka akses pariwisata dikepulauan Pantar dan sekitarnya,”sebut Menirius.
Dari sisi udara, bandara ini memiliki runway dengan ukuran 900x30m yang dapat didarati oleh pesawat sejenis Cesna Grand Caravan, dengan taxiway sepanjang 70x21m, serta apron seluas 70x65m . Sedangkan, dari sisi darat, bandar ini memiliki terminal seluas 800m2 dengan kapasitas 36.000 penumpang/tahun. Nantinya , Bandara Pantar diproyeksikan dapat melayani penerbangan dengan rute Pantar – Kupang PP yang ditempuh dalam waktu 45 menit dengan pesawat sejenis Grand Caravan.
Pada Juni 2020, sejumlah tokoh masyarakat berkumpul berdiskusi dan menyepakati pemberian nama Bandara Pantar untuk diusulkan dan diproses lebih lanjut ke pemerintah pusat. Momen ini sangat dirindukan masyarakat yang berada di lima kecamatan di Pulau Pantar. Pertama kalinya sebagai daerah otonomi baru, dan melewati serangkaian proses panjang, akhirnya terwujud mimpi lahirnya gerbang akses menuju Pulau Pantar.
Diskusi bernuansa penuh persaudaraan itu dibuka Bupati Alor Amon Djobo yang dihadiri oleh Pemerintah Kabupaten Alor melibatkan para tokoh simpul dari Pulau Pantar maupun yang berada di Kota Kalabahi dan sekitarnya, termasuk kalangan muda atau Ikatan Mahasiswa Pantar.
Bupati Alor, dalam arahan singkat sebelum melepas forum untuk bermusyawarah mengatakan, pemerintah dalam mendukung proses Pantar menjadi daerah otonomi baru dengan membangun sejumlah sarana dan fasilitas umum, termasuk bandara. Pemerintah Pusat melalui Kementerian Perhubungan memberikan kewenangan daerah memberikan nama yang pasti agar dapat ditindaklanjuti dengan Surat Keputusan dan selanjutnya juga akan ditetapkan dalam Peraturan Daerah bersama DPRD Alor.
Melalui rembuk dengan berbagai latar belakang alasan pemikiran, akhirnya secara aklamasi semua peserta menyetujui nama Bandara Kabir yang selama proses pembangunannya digunakan secara administratif diganti menjadi Bandar Udara (Bandara) Pantar di Kabir.