Jakarta, Haloindonesia.co.id – Selaku regulator penerbangan sipil, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara (Ditjen Hubud) Kementerian Perhubungan mempunyai tugas untuk melakukan pengawasan terhadap penerapan tarif tiket sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 20 Tahun 2019 Tentang Tata Cara dan Formulasi Penghitungan Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri yang senantiasa menyeimbangkan kepentingan konsumen dan keberlangsungan usaha yang sehat bagi maskapai.
Sesuai ketentuan tersebut, maka setiap maskapai harus menetapkan tarif tiket pesawat tidak melebihi Tarif Batas Atas (TBA) atau tidak dibawah Tarif Batas Bawah (TBB) beserta ketentuan tarif lainnya seperti Fuel Surcharge (FS) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, untuk menjaga momentum pemulihan penerbangan nasional.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara M. Kristi Endah Murni mengatakan, selama melakukan pengawasan Ditjen Hubud menemukan variasi pelanggaran tarif angkutan udara dibeberapa rute yang dilayani beberapa maskapai berupa adanya pelanggaran penetapan TBA/TBB maupun penetapan FS yang melebihi ketentuan yang telah ditetapkan.
Adapun terkait pelanggaran yang terjadi, Kristi menuturkan pihaknya secara konsisten telah memberikan sanksi kepada maskapai yang melakukan pelanggaran sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 27 Tahun 2021 Tentang Tata Cara Pengawasan dan Pengenaan Sanksi Administratif Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Penerbangan.
“Pelanggaran TBA dan FS tersebut dominan terjadi pada rute-rute berjarak pendek dalam rentang waktu Juli – Desember 2022. Kami sudah berikan sanksi administratif kepada maskapai yang bersangkutan berupa Surat Peringatan yang berlaku selama 14 (empat belas) hari,” kata Kristi.
Sebelum masa Surat Peringatan tersebut habis, maskapai harus melakukan perbaikan pada tarif yang dilanggar, dan Ditjen Hubud akan memastikan tidak terdapat pelanggaran yang sama atau berulang pada rute lainnya. Apabila Surat Peringatan tersebut tidak diindahkan dan belum ada perbaikan maka akan dikenakan sanksi administratif berikutnya berupa pembekuan, pencabutan dan/atau denda administrasi.
“Sebagian dari maskapai sudah melakukan perbaikan, seiring semakin baiknya perkembangan Beban Biaya Operasi Pesawat (BOP) yang didominasi oleh beban biaya avtur dan kurs rupiah terhadap dollar,” lanjutnya.
Sebagai bentuk tindak lanjut pengawasan penerapan tarif tiket penumpang angkutan udara kelas ekonomi dalam negeri maka perlu dilakukan kajian bersama terkait penerapan TBA dan TBB maupun FS.
Ditjen Hubud bersama dengan Indonesia National Air Carriers Association (INACA) dan maskapai berkolaborasi untuk melakukan kajian bersama dalam penyempurnaan formulasi perhitungan tarif tiket pesawat.
Hal ini dilakukan untuk mendapatkan nilai keekonomian yang lebih sesuai dengan memperhatikan kondisi harga avtur dan biaya operasional pesawat terkini, dengan tetap memperhatikan azas perlindungan konsumen.
Kristi menambahkan berdasarkan kajian bersama yang dilakukan terkait Penilaian dari maskapai dan INACA terhadap besaran TBA pada rute-rute tersebut nilai keekonomiannya sudah tidak sesuai dengan Beban BOP.
Secara resmi, INACA dan beberapa maskapai telah bersurat kepada Ditjen Hubud untuk mempertimbangkan kembali adanya peninjauan ulang terhadap besaran tarif pada beberapa rute pendek tersebut.
“Kami akan terus aktif dan konsisten berkoordinasi dan berkolaborasi dengan stakeholder lainnya untuk memberikan dukungan terhadap terciptanya konektivitas nasional dan global dengan beban biaya yg paling efesien guna memperoleh tarif yang semakin terjangkau oleh masyarakat,” ungkapnya. (IT/NF/MK)