Pematang Siantar, Haloindonesia.co.id – Pemerintah terus mengebut penyusunan rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai aturan turunan dari Undang-Undang No. 20/2023 tentang ASN. Kebijakan penataan non-ASN menjadi salah satu isu utama yang akan dituangkan dalam RPP Manajemen ASN. Untuk memperkaya perspektif dalam perumusan aturan pelaksanaan ini, Kementerian PANRB turut meminta masukan dan usulan dari tenaga non-ASN.
“Hari ini kita ingin menyerap aspirasi dan masukan dari Bapak/Ibu agar kami bisa menuangkan kebijakan turunan UU ASN yang implementatif dan lebih baik lagi dalam RPP Manajemen ASN,” ujar Plt. Asisten Deputi Manajemen Talenta dan Peningkatan Kapasitas SDM Aparatur Kementerian PANRB Agus Yudi Wicaksono dalam Dialog Publik UU ASN di Kota Pematang Siantar, Selasa (28/11).
Yudi menyampaikan terdapat 7 agenda transformasi dalam UU ASN, yaitu transformasi rekrutmen dan jabatan ASN; kemudahan mobilitas talenta nasional; percepatan pengembangan kompetensi; penataan tenaga non-ASN; reformasi pengelolaan kinerja dan kesejahteraan ASN; digitalisasi manajemen ASN; serta penguatan budaya kerja dan citra institusi.
Diungkapkan, pemerintah menaruh perhatian khusus terhadap penanganan tenaga non-ASN. Pada prinsipnya penataan tenaga non-ASN ini menjaga agar tidak terjadi PHK massal, tidak menyebabkan penurunan penghasilan yang selama ini diterima tenaga non-ASN, serta tidak menyebabkan pembengkakan anggaran.
Lanjutnya disampaikan, pemerintah pun telah menyusun sejumlah arah kebijakan terkait penataan tenaga non-ASN. Salah satunya, mengalokasikan kuota 80 persen untuk eks THK-II dan honorer yang telah mengabdi dalam rekrutmen ASN 2023. “Jadi tenaga non-ASN yang telah lama mengabdi diprioritaskan dalam skema penataan tenaga non-ASN yang ditargetkan selesai paling lambat Desember 2024 sesuai amanat UU No. 20/2023,” tutur Yudi.
Tenaga non-ASN yang masuk dalam skema penataan tersebut juga akan dievaluasi kinerjanya sama dengan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Yudi juga menambahkan terkait reformasi pengelolaan kinerja yang nantinya akan diatur dalam RPP Manajemen ASN. Pengelolaan kinerja pegawai nantinya tidak hanya sekadar merencanakan di awal dan mengevaluasi di akhir, tetapi fokus pada bagaimana memenuhi ekspektasi kinerja yang didialogkan dengan pimpinan. “Sejalan dengan itu maka kinerja individu harus mendukung keberhasilan kinerja organisasi,” imbuh Yudi.
Lebih jauh, pengelolaan kinerja pegawai nantinya tidak hanya sekadar menilai kinerja pegawai (performance appraisal), tetapi juga sebagai instrumen untuk mengembangkan kinerja pegawai (performance development). “Evaluasi kinerja menjadi dasar pemberian penghargaan dan pengakuan, serta pengembangan talenta dan karier,” jelasnya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan bahwa pemerintah dan DPR sepakat agar tidak ada PHK massal bagi tenaga non-ASN. Ia menilai hal ini penting mengingat tenaga non-ASN telah menjadi bagian dari mesin birokrasi yang andal dalam menyokong penyelenggaraan pelayanan publik selama ini.
“Langkah pemerintah dan DPR sudah optimal dalam memperjuangkan nasib tenaga non-ASN selama ini. Mohon kita bersama-sama untuk mengawal tersusunnya aturan pelaksanaan ini,” pungkas Doli.