Beranda Frame Kemandirian dan Ketahanan Pangan Alor Melawan Pandemi

Kemandirian dan Ketahanan Pangan Alor Melawan Pandemi

BERBAGI
Kemandirian dan Ketahanan Pangan Alor Melawan Pandemi halo indonesia

Jakarta, Haloindonesia.co.id – COVID-19 mengubah seluruh aspek kehidupan masyarakat dunia. Tantangan pun turut dirasakan oleh masyarakat Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT). Meski demikian, pencegahan penyebaran pandemic COVID-19 telah dipersiapkan sebelumnya oleh Pemerintah Kabupaten Alor. Di antaranya, pembatasan bersandarnya kapal asing yang mau masuk ke Alor; screening wisatawan; pembatasan penerbangan; mendukung fasilitas karantina mandiri di rumah sakit umum bagi para pendatang dari zona merah ke Alor dan alokasi anggaran yang maksimal untuk penanganan COVID-19.

“Mengingat Alor adalah negara kepulauan tentunya menjadi sebuah tantangan tersendiri untuk melakukan pemantauan penyebaran COVID-19. Meski demikian, Pemkab Alor bekerja sama dengan instansi lintas sectoral, TNI/Polri dan seluruh Lembaga serta komunitas untuk melakukan upaya pencegahan,” ujar Bupati Alor, Drs Amon Djobo kepada Halo Indonesia, Selasa (12/5/2020).

Bupati Amon Djobo memaparkan pergerakan orang dari desa ke kota dan sebaliknya, diawasi secara ketat. Sosialisasi dan distribusi alat perlindungan diri (APD) telah dilakukan sebagian kepada masyarakat.  Di sisi lain, tak dapat disangkal bahwa pandemi ini memberikan dampak ekonomi. Proyeksi pembangunan juga terbatas dikarenakan anggaran dialihkan untuk hal yang lebih urgent, yaitu penanganan COVID-19.

“Ada beberapa penyesuaian-penyesuaian yang kita buat. Memang berat. Apalagi hasil komoditi masyarakat sulit dipasarkan karena akses transportasi dan komunikasi terbatas,” katanya. Komoditi andalan Alor seperti kopra, cengkeh, kopi, vanili, kakao dan pinang iris yang sebelumnya lebih banyak didistribusikan ke Surabaya, selama pandemic COVID-19, banyak pabrik yang belum beroperasi atau kolaps.

Kondisi proyeksi pembangunan infrastruktur, penanganan kesehatan, perekonomian, ketahanan pangan diakui Bupati Amon Djobo cukup berat dan menantang. “Walaupun dengan kondisiseperti  ini, tidak boleh terlena dalam menjalankan tugas. Setiap hari kita harus berbakti di tempat kerja. Setiap hari adalah bekerja. Berbuat sesuatu, harus memberikan yang terbaik karena kita bertanggungjawab kepada masyarakat dan Tuhan,”katanya.

Begitu pula dengan rencana event pariwisata yang menjadi andalan Alor seperti Festival Dugong dan Alquran Tua, yang dengan berat hati harus ditunda. “Harus tetap dilaksanakan di lain waktu. Tujuan kami tetap berupaya untuk membuat masyarakat mandiri dan menciptakan lapangan pekerjaan lewat pariwisata. Di perubahan APBD akan kami programkan kembali, antara September-Oktober,”sebutnya.

“Pemkab Alor terus mendorong kemandirian masyrakat. Kami harapkan pemulihan akan segera berjalan.  Patut disyukuri pula, di tengah pandemi ini, komoditi seperti jagung dan ubi masih dalam musim panen. Jadi ketersediaan pangan masih terjamin,” lanjut Bupati Amon Djobo.

Sejalan dengan upaya program kemandirian masyarakat di tengah pandemi, ratusan desa di Nusa Tenggara Timur memanfaatkan dana desa untuk mengatasi dampak penyebaran COVID-19 melalui proyek padat karya, di samping bantuan langsung tunai dan bahan pokok. Proyek padat karya ini termasuk membangun lumbung pangan desa.

Khusus bantuan tunai dan bahan pokok, desa-desa masih mencocokkan data dengan program keluarga harapan dan bantuan sosial tunai dari Kementerian Sosial sehingga alokasi dana desa tidak tumpang tindih. Bupati Amon Djobo mengatakan, proyek padat karya di Alor melibatkan 178 desa.

Proyek ini lebih diarahkan pada perbaikan infrastruktur desa, seperti pembangunan jalan menuju sentra produksi pertanian, perkebunan, dan akses jalan dari desa menuju pantai bagi nelayan. Proyek padat karya diikuti hampir semua kepala keluarga dengan besaran Rp 50.000-Rp 100.000 per hari per orang.

Seperti disebutkan sebelumnya, Alor sudah kelimpahan pangan lokal, baik tanaman pertanian maupun hasil tangkapan laut, meski di beberapa daerah di NTT gagal panen. Karena itu, tidak perlu membangun lumbung pangan desa di Alor.

Buktinya, beberapa janda dan warga lanjut usia menolak bahan pokok yang dibagikan ketua RT dan kepala desa setempat. Mereka beralasan, masih bisa bekerja untuk mendapatkan pangan lokal, seperti ubi, pisang, jagung, dan kacang-kacangan.

”Padahal, tim verifikasi melihat keluarga itu perlu dibantu karena mereka adalah janda dan lansia, tetapi mereka tolak. Ya dihormati sikap mereka. Bahan pokok yang ada dialihkan ke keluarga lain yang membutuhkan,” kata Djobo.

Meski demikian, dana desa juga diprioritaskan untuk pengadaan bahan pokok oleh BUMDes. Bahan pokok ini dijual dengan harga yang relatif lebih murah dan mudah dijangkau warga desa. Ini juga untuk mengantisipasi membeludaknya masyarakat dari desa ke pasar-pasar tradisional di Alor karena pasar itu sering menjadi sumber penyebaran COVID-19.

Bagikan

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.