Beranda Frame Kepemilikan Kendaraan Pribadi Terus Meningkat di Jabodetabek: Kendaraan Umum Alternatif Solusi Atasi...

Kepemilikan Kendaraan Pribadi Terus Meningkat di Jabodetabek: Kendaraan Umum Alternatif Solusi Atasi Kemacetan?

BERBAGI
Kepemilikan Kendaraan Pribadi Terus Meningkat di Jabodetabek: Kendaraan Umum Alternatif Solusi Atasi Kemacetan?

Jakarta, Haloindonesia.co.id – Masyarakat diyakini akan mengubah preferensi dari menggunakan kendaraan pribadi ke transportasi umum apabila waktu perjalanan dapat dipersingkat. Sebelumnya, pengguna kendaraan pribadi menghadapi kesulitan dalam menerima transportasi umum karena waktu perjalanan yang lebih lama dan estimasi yang kurang akurat.

Sebagai informasi, peningkatan penggunaan kendaraan pribadi telah menjadi penyumbang utama terhadap emisi gas rumah kaca, yang saat ini sedang ditekan. Meskipun ada tekanan untuk meningkatkan penggunaan kendaraan listrik, strategi untuk mengalihkan perhatian ke transportasi publik dianggap lebih penting untuk diperkuat.

Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno, mengungkapkan bahwa integrasi sistem transportasi perkotaan berbasis angkutan umum massal menjadi strategi utama dalam menghadapi tantangan transportasi di Jabodetabek saat ini.

Menurutnya, di wilayah Jabodetabek, penggunaan kendaraan pribadi, termasuk sepeda motor dan mobil, sudah mencapai tingkat yang sangat tinggi saat ini.

Menurutnya, upaya untuk mewujudkannya memerlukan penyediaan fasilitas angkutan umum di semua permukiman di wilayah Jabodetabek, yang mencakup 2.010 kawasan perumahan. Penting untuk memastikan ketersediaan layanan yang sesuai dengan tingkat keterjangkauan masyarakat, yang dapat ditinjau dari harga hunian.

“Integrasi layanan transportasi yang efektif, efisien, aman dan nyaman, serta terjangkau oleh masyarakat diharapkan mampu membuat pergerakan orang yang menggunakan angkutan umum massal di Jabodetabek mencapai 60 persen di akhir 2029 sesuai target Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ),” ungkap Djoko melansir dalam keterangan tertulis, pada Jum’at (10/5/2024).

Tak hanya itu, dalam rencana jangka pendek, Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) menargetkan pemukiman kelas menengah ke atas, yang berjumlah 158 kawasan (dengan harga per unit rumah di atas Rp 2 miliar).

Saat ini, Layanan angkutan umum JRC (Jabodetabek Residence Connexion) baru tersedia di 23 perumahan kelas atas (sekitar 19,7 persen). Di sisi lain, perumahan kelas atas di DKI Jakarta sebanyak 30 kawasan tidak memerlukan pengembangan rute JRC.

Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa jaringan angkutan umum di DKI Jakarta sudah sangat luas, terutama dengan cakupan layanan Transjakarta yang mencapai 88,2 persen dari wilayah Kota Jakarta.

Dalam upaya membangun ekosistem transportasi publik, terutama yang menggunakan energi listrik atau baterai, menurut Djoko, pemerintah harus memperkuat kebijakan dengan mengutamakan status transportasi publik sebagai layanan dasar yang wajib bagi masyarakat.

Oleh karena itu, diperlukan revisi Undang-Undang Nomor 23/2014 tentang Pemerintah Daerah, di mana sektor perhubungan harus diakui sebagai kebutuhan dasar. Revisi tersebut juga harus memperkuat regulasi daerah terkait angkutan umum, dengan alokasi minimal 5 persen dari anggaran. Selain itu, Kementerian Dalam Negeri perlu mengembangkan panduan untuk mencari sumber pendanaan bagi angkutan massal.

(HES)

Bagikan

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.