Jakarta, Halo Indonesia – Dalam rangka mengidentifikasi penyebab tsunami Selat Sunda dan untuk menghindari berbagai macam spekulasi, Menko Luhut telah mengkoordinasikan para ahli untuk bekerja dalam satu tim.
“Bahwa ini bukan tsunami karena gempa vulkanik tapi karena longsor seluas 64 hektar dari gunung anak Krakatau,” jelas Menko Luhut mengenai teori awal yang disimpulkan oleh tim yang sudah mulai bekerja sejak hari Minggu (23/12).
Koordinasi dilaksanakan dengan melibatkan para ahli dari berbagai instansi seperti BPPT, LIPI, BMKG, BIG, LAPAN, Pushidros TNI-AL dan Kementerian ESDM. Analisa sementara para ahli mengarah pada terjadinya flank collapse/ longsoran anak gunung Krakatau, yaitu adanya material yang lepas dalam jumlah banyak di lereng terjal yang dipicu oleh tremor dan curah hujan tinggi. Sumber data analisa berupa seismogaf, tide gauge, citra satelit, dan data interferometri 64 hektar.
Untuk membuktikan kebenaran teori tersebut, tim akan melakukan survei geologi kelautan dan bathymetri di komplek Gunung Krakatau setelah situasi dirasa aman dan memungkinkan.
“Sekarang mau kita bikin kapal mau ke lihat sana belum bisa kan karena cuaca masih jelek, mungkin (dapat diberangkatkan) setelah tanggal 25 Desember, mungkin 27 atau 28, pakai Kapal Baruna Jaya untuk lihat lagi peta di bawah lautnya,” jelas Menko Luhut dalam keterangannya hari ini, Senin (24/12).
Selain survei laut, tindak lanjut tim tersebut antara lain akan dilakukan konfirmasi citra satelit resolusi tinggi oleh LAPAN, survei udara oleh BPPT, data GPS dan PASUT oleh BMKG, BIG, Pushidros TNI-AL, serta melibatkan industri di kawasan. (maritim)