Jakarta, HaloIndonesia – Dalam era digital saat ini, kebutuhan untuk menyelenggarakan pemerintahan yang lebih baik dan terbuka menjadi sebuah tuntutan. Keberadaan dari teknologi digital dan internet sudah seharusnya menjadi alat pemicu munculnya sistem pemerintahan berbasis elektronik (e-government) di Indonesia.
Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, bersama dengan Center for Digital Society (CfDS) UGM dan Microsoft Indonesia mengadakan lokakarya dengan tema “Data dan Keamanan Siber dalam Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE)” bertempat di Crowne Plaza, Jakarta Pusat, Selasa (13/03/2018).
Firmansyah Lubis, Direktur e-government, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dalam sambutannya menyatakan bahwa saat ini pemerintah juga tengah berupaya untuk memanfaatkan data sebagai modal penyelenggaraan pemerintahan.
“Jika berbicara mengenai manajemen data, kita tidak punya aspek-aspek seperti tipe data, karakter data. Harus ada standarisasi data agar jelas. Di tahun 2019, baru kita bicara tentang big data. Tahun ini, kita mulai untuk mengintegrasikan data yang tersebar dimana-mana. Istilahnya, nanti akan ada kamus data,” ujar Firmansyah Lubis.
Ada dua topik penting yang dibahas dalam lokakarya ini. Di bagian pertama, narasumber menyampaikan materi tentang peran teknologi komputasi awan dan big data sebagai fondasi utama penyelenggaraan SPBE. Dua teknologi ini merupakan tren yang sedang bergaung di seluruh Indonesia dan sangat memungkinkan untuk diadopsi secara luas di Indonesia.
Perwakilan Asosiasi Big Data Indonesia, Rudi Rusdiah, menyampaikan bahwa big data adalah fitur baru yang sudah umum digunakan di seluruh dunia namun belum dioptimalisasikan dengan baik untuk kepentingan pelayanan publik dan pemerintahan di Indonesia. Ditekankan oleh Rudi, data yang sudah ada di instansi pemerintah sudah banyak namun belum bisa diintegrasikan sehingga belum dapat dimanfaatkan secara maksimal.
Di bagian selanjutnya, topik pembahasan lokakarya diarahkan menuju diskursus keamanan siber dalam sistem pemerintahan berbasis elektronik (SPBE). Isu keamanan siber adalah hal yang terus menerus menjadi perbincangan menyusul maraknya gangguan dan serangan siber yang melanda Indonesia hingga saat ini.
Menurut Ardi Suteja, pimpinan Indonesia Cyber Security Forum (ICSF), isu keamanan siber adalah agenda mendesak yang harus menjadi perhatian untuk pemerintah Indonesia. Termasuk dalam isu perlindungan data, masih ada celah yang harus diperbaiki.
“Entry point kita untuk masuk ke internet adalah identitas pribadi namun kita belum sepenuhnya sadar akan perlindungan data pribadi. Kita masih sering mengumbar data di media sosial. Bocornya bukan di pemerintah, namun di diri kita sendiri karena ketidaktahuan tentang perlindungan data,” kata Ardi.
Senada dengan Ardi, narasumber lain Muhammad Salahudden selaku wakil ketua bidang operasional keamanan ID-SIRTII/CC juga menegaskan tentang lemahnya penghargaan terhadap hak privasi di ruang publik.
“Masalah privasi di Indonesia belum terlalu dihormati. … Apakah jika data kredensial kita tersebar kemana-mana, privasi kita akan terlindungi? Nonsense!” tegas Muhammad.
Meskipun masih ada jalan terjal yang harus dilalui untuk mengatasi permasalahan tersebut, pembicara mengajak masyarakat untuk tidak hanya berpasrah diri dan menunggu tindakan dari pemerintah semata. Menurut Ardi, kita harus membangun budaya siber.
“Budaya siber artinya kita memiliki kepekaan dan menyadari bahwa sekali kita menghidupkan komputer, bukan hanya kita yang tahu namun seluruh orang yang ada di jaringan juga mengetahui,” tambah Ardi.
Ditambahkan lebih lanjut oleh Mary Jo Schrade, Kepala Unit Keamanan Siber Microsoft Asia Pasifik, harus ada kesadaran dan kemauan dari semua pihak untuk berkontribusi dalam upaya meminimalisir kejadian kejahatan siber.
“Kita tidak bisa memastikan bahwa kita bisa 100 persen aman di dunia siber namun, kita bisa memprioritaskan (data) mana yang harus didahulukan dan data mana yang sekiranya dapat menimbulkan dampak terbesar jika terjadi sesuatu,” tutur Mary.
Acara lokakarya ini diikuti oleh 55 peserta yang merupakan perwakilan dari Kementerian maupun Lembaga Pemerintah Non kementerian (LPNK) serta masyarakat umum. Kedepannya, hasil dari acara ini diharapkan dapat meningkatkan gema implementasi SPBE dan juga peningkatan pemahaman masyarakat luas serta aparat pemerintahan terhadap permasalahan keamanan siber, sehingga dapat mempercepat proses peningkatan performa dan pelayanan pemerintah terhadap masyarakat Indonesia.