Haloindonesia.co.id – Bandara memiliki peran yang sangat strategis dalam menumbuhkan jalur konektivitas antar wilayah di Indonesia, yang merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Kehadiran bandara di suatu daerah dapat berdampak pada peningkatan mobilitas orang dan barang yang berujung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut.
Akan tetapi, ibarat dua sisi mata uang, kehadiran bandara membutuhkan maskapai dan sebaliknya. Sementara itu, kehadiran maskapai di suatu bandara ditentukan oleh demand atau permintaan dari penumpang agar mesin pesawat kembali panas untuk melayani jasa angkutan udara.
Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan Bandara Sugimanuru, Muna Barat, Sulawesi Tenggara. Bandara Kelas III yang dikelola Kementerian Perhubungan (Kemenhub) ini membutuhkan peran aktif dari semua stakeholder penerbangan, mulai dari pemerintah daerah, Kemenhub, dan maskapai penerbangan agar pesawat kembali ramai untuk singgah di Bandara Sugimanuru.
Kepala Bandara Sugimanuru Mohamad Khusnudin, mengatakan, Bandara Sugimanuru dalam tahun 2023 mendapatkan dua program pengembangan bandara. “Pertama adalah proyek pengerjaan overlay atau pelapisan landas pacu secara keseluruhan di Bandara Sugimanuru. Kedua adalah pembuatan kanopi terminal penumpang,” jelas Mohamad, kepada Halo Indonesia, di Muna Barat, beberapa waktu lalu.
Kondisi Frekuensi Penerbangan
Disinggung mengenai frekuensi penerbangan, Mohamad menjelaskan, untuk penerbangan reguler di Bandara Sugimanuru sudah ada sejak 2012. “Pada 2016, kami melakukan perpanjang landas pacu sehingga pada 2017 di darati Wings Air (penerbangan reguler) dan Garuda Indonesia (penerbangan subsidi dari Pemda) menggunakan jenis pesawat ATR 72-500,” terang Mohamad.
Pada 2018, menurut dia, Citilink masuk untuk menggantikan Garuda Indonesia dalam satu hari sebanyak 2 kali penerbangan dan Wings Air 1 kali dalam sehari. “Pada saat pandemi Covid-19 dan keterbatasan armada pesawat menyebabkan Citilink memutuskan keluar dari Bandara Sugimanuru pada tahun 2021, tetapi kontrak ruangan masih tetap berjalan,” jelas Mohamad.
Dia melanjutkan, agar pelayanan jasa angkutan udara dapat tetap berjalan maka kami melakukan koordinasi dengan Pemkab Muna Barat untuk melakukan kegiatan untuk melakukan subsidi penerbangan dari Pemkab Muna Barat ke maskapai Wings Air, Citilink dan Susi Air. “Dengan pihak Wings Air, kami sudah dua kali pertemuan untuk harga, tetapi belum ada kesepakatan mengenai harga. Untuk pihak Citilink, kami sudah setuju tetapi menunggu ketersediaan armada,” ujar Mohamad.
Mohamad menyampaikan bahwa pihaknya berharap pihak Wings Air untuk menegosiasikan harga sesuai dengan aturan yang ada di Kemenhub.”Pemkab Muna Barat tidak ada masalah dengan adanya subsidi. Namun untuk penentuan harga harus sesuai ketentuan yang ada di Kemenhub,” ucap dia.
Demand Penumpang Bagus
Menurut Mohamad, dari sisi demand atau permintaan akan jasa angkutan udara di Muna Barat cukup bagus. “Akan tetapi, dengan harga avtur yang naik dan armada yang terbatas maka menyebabkan harga tiket Muna Barat- Makassar dan sebaliknya mengalami kenaikan,” ujar dia.
Untuk rute Muna Barat-Makassar dan sebaliknya, menurut dia, harga tiket mencapai Rp1,7 juta. “Sementara itu, kemenhub menentukan harga tiket tertingg untuk rute tersebut Rp1,4 juta sehingga masyarakat sangat keberatan dengan harga tiket yang berlaku. Biasanya hargai tiket terjual Rp1,2 juta dan harga tiket mengalami kenaikan menjadi Rp1,7 juta,” jelas dia.
Lanjut dia, kami berharap harga avtur dan komponen lainnya dapat turun sehingga harga tiket nantinya dapat kembali terjangkau bagi masyarakat Muna Barat. “Sehingga harga tiket dapat terjangkau oleh masyarakat Muna Barat,” imbuh Mohamad.